Monday, February 26, 2018

haruskah kehidupan pribadi diatur negara?



Kejombloan telah menjadi guyonan populer di kalangan anak muda terutama melalui meme di dunia maya. Beberapa kalangan menganggap bahwa jomblo mendukung tren penurunan angka kelahiran setidaknya dalam selama enam tahun terakhir. Tetapi sulit untuk menyimpulkan bahwa secara umum kaum jomblo berperan dalam stagnannya angka kelahiran.


Betolak belakangan dengan pembahasan jomblo-belum menikah,  akhir-akhir ini pemerintah sedang menggodok perluasan undang-undang yang mengtatur mengenai perzinaan.  Dalam pasal 483 ayat (1) huruf e-RKUHP dinyatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dipidana dengan ancaman penjara paling lama lima tahun (RUU KUHP ZINA).  Hal ini telah membawa perdebatan di kalangan masyarakat dan mempertanyakan urgency dari perluasan peraturan tersebut.


Negara kita, Indonesia, ialah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama, juga adat, serta budaya. Itulah yang membuat pasal-pasal dalam undang-undang kita yang telah dibuat oleh pemimpin terdahulu kita, disesuaikan dengan nilai dan moral. Hal ini lah yang menyebabkan sebuah peraturan tidak dapat ditetapkan begitu saja tanpa memikirkan hal-hal keadatan. Hal ini menimbulkan penyamarataan adat budaya, seperti pernikahan siri secara adat, pernikahan di bawah umur, pernikahan poligami, yang diperbolehkan di beberapa adat tertentu. Apakah mereka harus dihukum pidana lima tahun?


Peraturan di negara kita yang terkadang ambigu juga membuat polemik. Peraturan memang banyak, namun eksekusi dan aparat tidak menjalankan kewajibannya dengan baik, sehingga menimbulkan hal-hal seperti main hakim sendiri yang dapat menimbulkan kematian, dan justru hal ini lah yang lebih merugikan dibandingkan perzinaan itu sendiri, tanpa mengetahui kebenaran dari kejadian. dan kembali dipertanyakan, apakah mereka harus dihukum pidana lima tahun, sementara mereka yang main hakim sendiri berkeliaran?

Perbuatan zina memang tidak dapat dibenarkan secara aturan nilai dan norma manapun. Namun, alangkah baiknya apabila kita dapat mengelompokan tindakan yang tidak merugikan orang lain ke dalam kategori pribadi dan privasi. Negara-negara maju di dunia tidak membuat aturan yang menekan, namun lebih mengarah kepada hak dan bukan memaksa kewajiban. Masih banyak hal-hal lain yang seharusnya menjadi topik pembahasan utama di gedung hijau MPR-DPR. Hal-hal yang lebih krusial yang dapat mengubah negara kita ke arah yang jauh lebih baik. Bukannya mengurusi persoalan yang "sengaja diada-adakan" sebagai pengalihan.  

trulychristina
14150216

No comments:

Post a Comment